JAKARTA – Satu per satu pelanggaran yang dilakukan oknum polisi mencuat ke ruang publik dan menjadi sorotan masyarakat, termasuk soal kasus dugaan bunuh diri Novia Widyasari Rahayu (23) mahasiswi Universitas Brawijaya Malang.
Dalam kasus ini, Anggota Polisi bernama Randy Bagus (RB), sang pacar korban diketahui sebagai anggota Polres Pasuruan berpangkat Bripda kini ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu malam (4/12), melalui konferensi press di Mapolres Mojokerto, atas dugaan tindak pidana aborsi dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan janin.
Selain dianggap melanggar pasal pidana umum, Secara internal institusi Bripda Randy Bagus juga terancam dipecat dari kepolisian karena melanggar kode etik.
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha) angkat bicara, Azmi Syahputra, mendesak kepada Kepolisian Republik Indonesia agar terus bergerak cepat menemukan bukti dan memilih kausalitas yang relevan dan spesifik.
“Jika dalam penyelidikan kepolisian ditemukan bukti dan fakta bahwa kekasihnya yang oknum polisi tersebut ada keterkaitan dan ada keterhubungan perbuatannya menjadi penyebab bunuh diri, maka jelas disini telah timbul dari akibat perbuatan pelaku karenanya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,” kata Azmi Syahputra melalui keterangan tertulisnya kepada eranasional, Minggu (5/12/2021).
Menurutnya, hal ini perlu dipertimbangkan dan disisir semua keadaan sebelum kejadian bunuh diri ini, termasuk fakta- fakta dan alat bukti terutama alat bukti elektronik, yang jika dihubungkan dapat ditemukan persesuaian kejadian, dan hasil temuan tersebut berdasarkan ukuran umum menurut akal sehat dan ilmu pengetahuan yang objektif terutama diarahkan terhadap orang yang dinilai paling berpotensi bertanggung jawab atas terjadinya bunuh diri tersebut.
Maka dari itu, Pakar Hukum Pidana ini, terus mendorong kepolisian untuk mencari penyebab terdekat atas kasus ini, termasuk dugaan pihak-pihak lain yang mengintervensi korban.
Bila ditemukan gadis itu bunuh diri, kata Azmi, karena kuat dugaan ia korban perkosaan dan apalagi padanya disarankan untuk aborsi karenanya selanjutnya korban menjadi depresi berat, maka bagi pelaku kekerasan seksual tersebut harus dikenakan delik tersendiri.
“Berupa delik kekerasan seksual baik tindak pidana pemerkosaan maupun ketentuan pidana terkait aborsi serta terapkan ancaman pidana penjara 10 tahun ditambahkan 1/3 pemberatan hukuman bagi pelaku oknum polisi tersebut maupun jika ditemukan bukti ada pihak lain yang mengintervensi korban sebagai pelaku turut serta,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan