JAKARTA, Eranasional.com – Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. KontraS menyatakan Perppu itu dinilai bertentangan dengan negara hukum karena membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Terbitnya Perppu Cipta Kerja: Bentuk Pembajakan Demokrasi dan Tegaskan Pemerintahan Otoritarian,” demikian keterangan pers dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dilansir situs resminya, Senin (2/12/2022).
Putusan MK pada 2020 mengamanatkan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan UU Cipta Kerja tersebut harus direvisi dalam waktu dua tahun. Namun kini, bukan revisi yang dilakukan pemerintah dan DPR, melainkan Perppu yang dikeluarkan Jokowi supaya UU Cipta Kerja tersebut tetap berlaku.
“Kami melihat diterbitkannya Perppu terhadap UU Cipta Kerja ini merupakan pembangkangan terhadap putusan MK yang memandatkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan,” kata KontraS yang menilai UU Cipta Kerja tidak dibentuk dengan partisipasi yang bermakna dari masyarakat.
“Saat masyarakat meminta agar Presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU ini, Presiden justru mempersilahkan pihak-pihak yang tidak setuju agar menguji di MK. Sayangnya, saat MK telah memutuskan bahwa UU ini inkonstitusional, pemerintah justru membangkangi putusan tersebut,” kata KontraS dalam keterangan tertulis dengan nama Koordinator Badan Pekerja KontraS, Fatia Maulidiyanti, ini.
KontraS juga mencatat, Menkumham Yasonna Laoly sempat menyatakan bakal patuh terhadap putusan MK. Namun dengan terbitnya Perppu, itu menunjukkan pemerintah tidak konsisten karena tidak patuh terhadap putusan MK. KontraS menyebut pemerintah otoriter dan memaksakan kehendak.
Syarat terbitnya Perppu berupa ‘kegentingan yang memaksa’ juga tidak terpenuhi. Alasan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa saat ini Indonesia menghadapi ancaman global juga tidak relevan masuk sebagai ‘kegentingan yang memaksa’.
“Langkah penerbitan Perppu ini juga kembali menegaskan bahwa nilai-nilai demokrasi kian ambruk ditandai dengan sentralisasi kekuasaan Presiden. Hal ini sekaligus menandai Indonesia kian dekat pada negara otoritarian sebagaimana yang terjadi pada orde baru,” kata KontraS.
Maka, KontraS mendesak dua hal ini:
Pertama, Presiden untuk membatalkan Perppu No. 2 Tahun 2022 terkait UU Cipta Kerja dan tunduk pada putusan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020;
Kedua, DPR RI untuk tidak menyetujui langkah Presiden dalam menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022 terkait UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat merespons pro-kontra soal Perppu Ciptaker ini. Menurutnya, ketidaksetujuan adalah hal yang biasa menanggapi terbitnya peraturan.
“Ya biasa dalam setiap kebijakan dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra,” kata Jokowi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (2/1/2023).
“Tapi semua bisa kita jelaskan,” kata Jokowi. **
Tinggalkan Balasan