Terdakwa kasus pembunuhan berencana, Ferdy Sambo, menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Lanjut Albert menjelaskan, pemerintah akan menerapkan ketentuan transisi bagi terpidana mati yang belum dieksekusi saat KUHP Nasional berlaku per Januari 2026. Tata cara dan ketentuan transisi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menentukan, sejak kapan masa tunggu yang telah dijalani dihitung.

“Juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut,” ujar Albert.

Albert mengungkapkan, keberadaan aturan masa percobaan 10 tahun ini menjadi jalan tengah bagi kelompok yang menolak (abolisionis) dan sepakat (retensionis) hukuman mati. Keputusan ini mengacu pada paradigma pidana mati dalam KUHP Nasional sebagai hukuman yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.

Meski terdapat celah bagi terpidana mati untuk lolos dari eksekusi, Albert meminta penerapan KUHP Nasional tidak diartikan menghapus hukuman mati. Sebab, dieksekusi atau tidaknya seorang terpidana hukuman mati akan tetap melalui asesmen yang dinilai secara objektif.

“Jangan dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi terhapuskan,” tegasnya.

Selain itu, kata Albert, pemberlakuan KUHP Nasional juga membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi ke presiden. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 101 KUHP Nasional. Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan ia belum juga dieksekusi dalam waktu 10 tahun, maka ia bisa lolos dari eksekusi.

“Maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup,” terang Albert.