Namun dalam draft revisi UU ITE bertanggal 12 Juli 2023, koalisi melihat tidak adanya harmonisasi antara KUHP baru tersebut dengan draft revisi kedua UU ITE yang justru masih mempertahankan pasal pencemaran nama baik dan penghinaan. Hal yang sama juga disampaikan perwakilan Koalisi saat bertemu Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi pada 24 Juli 2023.
Dengan masih adanya pasal-pasal karet itu, koalisi khawatir kriminalisasi terhadap warga, pembela HAM termasuk jurnalis, pembela lingkungan dan perempuan pembela HAM akan terus terjadi di masa mendatang.
Kekhawatiran itu bukan tanpa preseden, karena berdasarkan catatan Amnesty International saja, sepanjang 2019-2022 terdapat setidaknya 316 kasus kriminalisasi yang menggunakan UU ITE dengan 332 korban.
Ironis bahwa sekalipun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menyatakan perlindungan HAM merupakan salah satu prioritas mereka, namun faktanya terdapat kemunduran dalam penegakan HAM dan reformasi hukum.
Di usia kemerdekaan Indonesia ke-78 ini, keberadaan pasal-pasal karet di UU ITE justru membelenggu warga untuk merdeka berekspresi dan menodai semangat kemerdekaan. Penerapan peraturan-peraturan yang represif membuat masyarakat sipil takut dalam menyuarakan kritik, baik di ruang fisik maupun digital sehingga ruang sipil masyarakat semakin menyempit.
Maka dari itu, pada peringatan hari kemerdekaan ini, koalisi menyerukan kepada para pembuat kebijakan agar momentum kemerdekaan ini ikut terwujud dalam revisi kedua UU ITE agar nantinya lebih menjamin kemerdekaan berekspresi warga, alih-alih keberadaan UU ITE justru terus merepresi ekspresi warga sehingga mengancam demokrasi.
Tinggalkan Balasan