Jakarta, ERANASIONAL.COM – Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Basaria Pandjaitan membeberka sejumlah kemerosotan di Indonesia selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Awalnya, Basaria menyinggung soal kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini yang kehilangan kompas moral dan etika.

“Kami pimpinan KPK periode 2003 sampai dengan 2019, mengimbau agar Presiden Jokowi dan seluruh penyelenggara negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral dan etika,” kata Basaria di Gedung KPK lama, Jakarta, Senin, 5 Februari 2024.

Menurut Basaria, Jokowi seharusnya bisa menunjukkan sifat kenegarawanan dan contoh yang baik sebagai presiden pada masa Pemilu 2024. Tapi faktanya, justru sejumlah persoalan mencuat dalam beberapa terakhir ini menjadi bukti bahwa kompas moral, etika, dan penegakan hukum tidak dipegang.

Dia menyontohkan merosotnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index yang sempat mencapai 40 pada tahun 2019, merosot ke angka 34 pada 2022 dan 2023.

“Indonesia menempati ranking 115 dari semua negara yang disurvei,” ujar Basaria.

Bukti lainnya yaitu Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) yang dirilis World Justice Project yang menyebutkan hanya mencapai 0,53 dari skala 0-1 pada 2023. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat jauh dari standar ideal indeks negara hukum.

Selain itu, The Economist Intelligence Unit juga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi yang cacat.

Kemudian, Varieties of Democracy Project, menggambarkan Indonesia sebagai negara dengan praktik kartel partai politik. Mereka memberikan skor 25 pada 2023.

“Indikasinya, maraknya bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik dengan akuntabilitas yang sangat kurang pada pemilih,” ucap Basaria.

Selain Basari Pandjaitan, para mantan pimpinan KPK lainnya yang ikut memperingati Jokowi adalah Taufiequrachman Ruki, Ery Riyana Hardjapameska, Amien Sunaryadi, M Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja.

Kemudian, Laode M Syarif, Mas Achmad Santosa, Abraham Samad,, Chandra M Hamzah, Waluyo, Bibit Samad Rianto, Moh Jassin, Zulkarnain, dan Haryono Usman.

Sebelumnya, ratusan sivitas akademika yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, hingga alumi berbagai perguruan tinggi mengkritik penyelenggaraan Pemilu di era Presiden Jokowi.

Mereka antara lain, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, UIN Jakarta, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Universitas Andalan Padang, dan Universitas Jember. (*)