“Dengan demikian, permohonan pemohon haruslah ditolak sekurang-kurangnya tidak dapat diterima,” ujar Hifdzil saat membacakan jawaban KPU, Kamis 28 Maret 2024 siang.

Hifdzil menjelaskan, pelanggaran administrasi yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Mahkamah Agung (MA) atau bisa ditangani oleh KPU.

Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

Sengketa pemilihan ditangani oleh Bawaslu RI, pelanggaran pidana ditangani oleh sentra Gakkumdu, pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.

Sengketa tata usaha negara Pemilu ditangani Bawaslu RI, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan MA.

Kemudian perselisihan hasil Pemilu ditangani oleh MK.

Hal ini telah jelas kewenangan MK dalam sengketa kepemiluan adalah memeriksa dan memutus perselisihan hasil Pemilu.

“Menurut termohon, MK tidak bewenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pilpres 2024 yang dilakukan pemohon,” tegas Hifdzil. []