Hancurnya masjid tersebut belum dituntut oleh Fajar Hidayah, namun malah didatangi oleh debt collector dari supplier baja.

“Setelah diusut, ternyata Abdul Syukur sebagai pemborong belum membayar bahan bangunan yang diambilnya. Padahal, pihak Yayasan Fajar Hidayah sudah membayar lunas proyek senilai Rp1.731.228.963 itu kepada Abdul Syukur, yang kebetulan saat itu lagi mencalonkan diri sebagai Kades di Babakan Madang dan kalah,” terang Mirdas.

Menurut Mirdas, pihak suplier akhirnya melaporkan Syukur ke Polisi dan berujung pada penahanannya.

Istri Abdul Syukur dalam keadaan memprihatinkan datang ke Fajar Hidayah untuk meminta pertolongan.

Setelah demikianpun Fajar Hidayah masih mau membantu.

Namun, setelah keluar dari penjara, Abdul Syukur malah mendatangi Fajar Hidayah dengan membawa supplier dan menuding Fajar Hidayah masih menunggak utang senilai Rp2,3 miliar.

Tak terima dengan tuduhan tersebut, Fajar Hidayah membawa perkara tersebut ke Polres dan dilakukan audit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh Polres setempat.

Dari hasil audit keseluruhan proyek yang pernah dikerjakan Abdul Syukur, terbukti Fajar Hidayah telah membayar Rp3,7 miliar, yang bukan hanya lunas, bahkan spembayaran justru lebih hingga Rp 300 juta.

“Walau keadaan sudah demikian, pekerjaan Abdul Syukur tidak sempurna, sudah dibantu malah difitnah menunggak, Fajar Hidayah masih tetap tidak menuntut,” katanya.

Kemudian secara diam-diam, Abdul Syukur tetap memperkarakannya dengan tuduhan pihak Fajar Hidayah belum melakukan pembayaran.