Ilustrasi pekerja. (Foto: Net)

JAKARTA, Eranasional.com – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang diundangkan pada 30 Desember 2022 lalu. Dengan berlakunya Perppu Cipta Kerja ini, maka Undang-Undang Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tak berlaku.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyampaikan, terbitnya Perppu Cipta Kerja ini mengubah, menghapus, dan menetapkan pengaturan baru terhadap beberapa ketentuan yang diatur sebelumnya dalam empat Undang-Undang (UU) di bidang ketenagakerjaan.

Adapun keempat UU tersebut yakni UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU 24/2011 tentang Badan Pelindungan Jaminan Sosial, dan UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Berikut, substansi UU Cipta Kerja yang diubah dalam Perppu Cipta Kerja, khususnya terkait substansi ketenagakerjaan.

1. Ketentuan alih daya atau outsourcing (pasal 64)
Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur mengenai pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Hal ini dimaknai bahwa pelaksanaan alih daya dapat dilakukan atau terbuka untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi.

Sedangkan Perppu Cipta Kerja mengatur alih daya dibatasi hanya dapat dilakukan untuk sebagian pelaksanaan pekerjaan. Hal ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh pemerintah dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.

2. Ketentuan Upah Minimum (pasal 88C, 88D, dan pasal 88F)
Penegasan syarat penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK). UMKM dapat ditetapkan bila hasil penghitungannya lebih tinggi dari upah minimum provinsi.

Sementara itu, bagi kabupaten/kota yang belum mempunyai UMKM dan akan menetapkan UMK, harus memenuhi syarat tertentu yang diatur dalam PP.

Perubahan formula perhitungan upah minimum. Formula perhitungan upah minimum mempertimbangkan tiga variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Formula ini lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Kewenangan pemerintah menetapkan formula penghitungan upah minimum berbeda, dalam hal terjadi keadaan tertentu. Ketentuan ini merupakan ketentuan baru yang dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi pemerintah, guna mengantisipasi keadaan tertentu yang berdampak pada kelangsungan bekerja dan kelangsungan usaha.

Misalnya dalam hal terjadi bencana yang ditetapkan oleh presiden, kondisi luar biasa perekonomian global dan/nasional seperti bencana non-alam pandemi.

3. Perubahan frasa cacat menjadi disabilitas
Pada pasal 67, perubahan frasa penyandang cacat menjadi penyandang disabilitas, di mana pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat disabilitas. **