Hal memberatkan Teddy ialah telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu, memanfaatkan jabatannya sebagai Kapolda Sumatera Barat dalam peredaran gelap narkoba, hingga berbelit-belit dalam sidang. Sementara itu, tak ada hal yang meringankan tuntutan Teddy.
Mendengar tuntutan JPU itu, pengacara Teddy, Hotman Paris Hutapea, mengaku tensinya sempat naik.
“Kita ini kan membela klien, mencari kebenaran, pengacara itu bukan membela orang jahat, tapi mencari kebenaran, apakah itu nanti bersalah atau tidak, itu terserah pada hakim. Jelas dong saya kaget. Kalau mendengan akan dihukum mati, tensi kita agak naik itu wajar, karena saat itu mikirin klien,” ujarnya di PN Jakbar, Kamis (30/3).
Hotman Paris menilai dakwaan yang disusun JPU harus batal demi hukum. Untuk itu, kata Hotman, dalam pleidoinya nanti, pihaknya menyoroti pelanggaran hukum acara pidana serius terhadap kliennya.
“Kita akan jawab nanti semuanya dalam pleidoi nanti,” ujarnya.
“Di pleidoi nanti, kita akan fokus ke arah pelanggaran hukum acara yang serius yang menurut Undang-Undang Hukum Acara tidak boleh dilanggar. Akibatnya, dakwaan batal demi hukum,” sambung Hotman.
Hotman mengklaim hal-hal yang menguntungkan Teddy Minahasa sering kali tak ditanyakan kepada saksi di sepanjang persidangan kasus ini. Salah satunya yaitu soal pesan WhatsApp (WA) perintah ‘musnahkan’ oleh kliennya.
“Contoh salah satu adalah itu WhatsApp dari Teddy Minahasa tanggal 24 September yang menyatakan musnahkan, hapus. Itu tidak pernah ditunjukkan kepada satu saksi mana pun, tidak ada satu saksi pun dalam BAP ditanyakan soal itu,” tukasnya.
Tinggalkan Balasan