Katanya, bakteri Wolbachia nyaris ada di seluruh serangga, termasuk nyamuk. Artinya, keberadaaan Wolbachia selama ini bukanlah sesuatu yang dibuat-buat.

Terlebih, Wolbachia tidak bisa bertahan hidup di luar tubuh serangga, dan tidak bisa menginfeksi manusia. Strateginya adalah dengan memasukkan bakteri Wolbachia ke dalam vektor pembawa dengue, yakni nyamuk aedes aegypti.

Saat bakteri dimasukkan, virus otomatis ‘kalah’ saing dengan virus. Karenanya, memungkinkan nyamuk untuk tidak lagi bisa menularkan virus dengue ke manusia.

Budi pun mengatakan pemerintah berencana memperbanyak jumlah populasi nyamuk ber-Wolbachia demi menangani kasus DBD.

“Ini enggak banyak yang disebar. Disebar hanya 10 persen dari populasi nyamuk aedes aegypti, berapa jenis nyamuk sih di Indonesia? Ada ratusan, ada Aedes aegypti, ada Anopheles pembawa malaria, ada Culex, yang bisa membawa Japanes encephalitis,” tutur dia.

“Yang disebar hanya 10 persen dari populasi nyamuk Aedes aegypti. Kalau dari nyamuk populasi total, lebih kecil lagi mungkin di bawah 5 persen.” sambungnya.

Dalam program nyamuk ber-Wolbachia, pemerintah melepaskan nyamuk sebanyak 12 kali setiap akhir pekan. Setiap kali pelepasan, jumlahnya tidak melampaui 1 persen dari populasi nyamuk.