Jakarta, ERANASIONAL.COM – Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ervika Rahayu Novita Herawati, menciptakan cokelat yang aman bagi penderita diabetes. Ervika dan timnya juga mengembangkan cokelat probiotik.

“Mengonsumsi cokelat juga dapat mengontrol gula darah dan melancarkan peredaran darah. Hal ini karena kandungan flavanol di dalam cokelat,” ucap Ervika dikutip dari laman brin.go.id, Jumat (1/3/2024).

Ervika menjelaskan selain rasanya yang diminati semua kalangan, cokelat bermanfaat untuk kesehatan, seperti mencegah penyakit jantung, kanker, dan menghambat penuaan dini. Kandungan senyawa flavonoid dalam cokelat memiliki aktivitas antioksidan.
“Cokelat mengandung kalsium, sehingga bisa menguatkan tulang dan gigi, potassium mengatur tekanan darah, magnesium untuk membantu penyerapan kalsium. Sedangkan asam phenylethylamine dapat merangsang otak untuk mengeluarkan hormon endorfin dan serotonin yang berfungsi sebagai penenang alami untuk relaksasi,” papar dia.

Ervika beserta tim dari Kelompok Riset Rekayasa Teknologi Protein Alternatif PRTPP bekerja sama dengan Bank Indonesia KPW Yogyakarta dan Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul melakukan penelitian tanaman cokelat mulai 2014. Tanaman cokelat atau kakao yang diteliti berada di Desa Nglanggeran, Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta, tepatnya di sekitaran Gunung Api Purba Nglanggeran.
Sebelumnya, petani cokelat di daerah tersebut belum memanfaatkan biji kakao secara maksimal untuk meningkatkan ekonomi. Dia menilai kualitas cokelat di Gunungkidul dapat bersaing dengan cokelat lain asalkan cara pengolahannya dilakukan dengan benar.

Pengolahan cokelat sangat kompleks mulai dari awal pengolahan yang disebut hulu kakao sampai dengan proses akhir atau hilir kakao. “Ketika kita dapat mengontrol pengolahan dari awal sampai akhir, maka sangat menentukan kualitas produk cokelat, sehingga pengolahan pascapanen harus dilakukan secara tepat,” ujar Ervika.

Dia mengatakan petani hanya mengolah cokelat sampai pada produk biji kering dan langsung dijual ke pengepul. Petani juga belum semua menerapkan proses fermentasi dengan tepat.

Kandidat Doktor Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada tersebut melihat keterbatasan alat pendukung dan pengetahuan pengolahan biji cokelat dari petani. Ervika dan tim mulai melakukan pembinaan dan pendampingan bagi petani cokelat tersebut yang terbagi menjadi 3 cluster konsep UKM, yakni pemetikan biji, pengolahan biji, dan versifikasi.
“Ketiganya harus saling terkait, jika salah satu hasilnya kurang maksimal akan berpengaruh pada kualitas produknya,” beber dia.

Ervika menyebut dalam tahap proses pengolahan biji cokelat ini, proses fermentasi mempunyai peran penting. Sebab, pada proses fermentasi ini akan terbentuk precursor cita rasa yang berpengaruh dikualitas produk akhir nantinya.

Ia dan timnya juga mengembangkan cokelat probiotik. Adapun jenis cokelat yang digunakan untuk penelitian ini adalah dark cokelat.

“Dalam proses ini adanya penambahan bakteri asam laktat yang diformulasikan sedemikian rupa serta menggunakan beberapa jenis gula yang aman untuk penderita diabetes,” ujar Ervika.

Ervika menjelaskan cokelat hasil penelitian ini telah melalui beberapa pengujian di lab, meliputi analisis fisik, analisis kimia, serta pengujian sensoris untuk menguji cita rasa. Uji sensorik dilakukan oleh beberapa panelis untuk menguji kesukaan sebelum cokelat ini diproduksi lebih banyak.

Dia mengungkapkan pengujian menggunakan hewan coba (uji in-vivo) juga telah dilakukan. Hasil pengujian in-vivo menunjukkan terjadi penurunan glukosa darah pada hewan coba (tikus) diabetes yang mengonsumsi cokelat probiotik. Setelah itu dilanjutkan pengujian kepada manusia.

Ervika menyebut penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai indeks glikemik yaitu pola kenaikan glukosa darah responden ketika mengonsumsi suatu makanan. “Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks glikemik yang rendah pada cokelat probiotik, sehingga dapat dikatakan bahwa cokelat hasil penelitian ini aman untuk dikonsumsi penderita diabetes,” ujar dia.

Dia juga menyinggung isu stunting di Kabupaten Gunungkidul. Pada 2021, pihaknya juga telah mengembangkan cokelat dengan fortifikasi berupa Fe dan Zn yang menggunakan bahan lokal yaitu kacang gude dan kacang tunggak.

Dari hasil riset tersebut, sudah banyak dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional dan hak kekayaan intelektual dalam bentuk paten, baik paten terdaftar maupun paten yang telah dikabulkan. Dia optimis kelompok risetnya siap berkolaborasi dengan industri, UMKM, dan kelompok masyarakat petani cokelat terkait riset dan lisensi pemanfaatan hasil riset.

“Hal ini dikarenakan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, khususnya petani cokelat di Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan nilai ekonomi dan lebih luas lagi untuk penggemar cokelat yang sehat dan aman bagi penderita diabetes,” tutur dia.