Untuk itu, ia menghimbau kepada masyarakat untuk selalu teliti sebelum menggunakan aplikasi dan layanan daring. Pastikan untuk selalu mengunduh layanan dari sumber resmi serta membaca syarat dan ketentuan sebelum menggunakannya.
“Jangan malas untuk membaca syarat dan ketentuannya karena secara tidak langsung kita menyetujui untuk memberikan data kita secara secara sukarela,” tutur Sulistyo.
AVP Information Security BNI Bobby Pratama juga menyinggung tentang pentingnya perangkat dan perangkat lunak resmi. BNI menerapkan aturan bahwa layanan seperti m-banking tidak akan bisa berjalan pada perangkat seluler (ponsel) yang telah di-jailbreak.
Sebab, ponsel yang telah dirusak dari versi pabrikan akan rentan terhadap serangan siber, seperti infeksi malware dan pencurian data pribadi. Oleh karenanya, ia menyarankan agar nasabah lebih baik menginstal dari sumber-sumber resmi seperti Google Play Store atau App Store.
Sebagai industri perbankan yang banyak ditarget dalam serangan siber, BNI menyadari bahwa keamanan sistem informasinya sangat utama.
Oleh karenanya, kata dia, secara umum BNI telah menerapkan tiga pilar untuk mencegah terjadinya kejahatan siber yaitu orang, proses, dan teknologi. BNI selalu rutin melakukan pelatihan di lingkup karyawan, melakukan simulasi penanganan dan monitoringan ancaman, forensik digital, pengamanan jaringan dan aplikasi hingga ujian keamanan informasi.
BNI, kata Bobby, berkomitmen menerapkan perlindungan internal baik untuk perusahaan maupun nasabah. Contoh, terkait dengan layanan SMS banking, maka yang dilakukan perusahaan ialah menganalisis bagaimana bentuk-bentuk kejahatan yang mungkin muncul, lalu melakukan simulasi dan penanganan ancaman terhadap layanan tersebut.
Tinggalkan Balasan