Awan mirip UFO melayang-layang di langit Jayapura, Papua. (Foto: ISTIMEWA)

UFO Tak Berawak

Departemen Pertahanan AS atau Pentagon menyatakan UFO seukuran mobil yang ditembak jatuh di langit Alaska itu tidak berawak. UFO itu terdeteksi mengudara di ketinggian yang dinilai membahayakan lalu lintas udara sipil.

Pentagon menyatakan objek misterius itu pertama terdeteksi pada Kamis (9/2) waktu setempat dengan menggunakan radar darat. Jet tempur siluman F-35 kemudian dikerahkan untuk menyelidiki lebih lanjut.

Objek misterius itu disebut mengudara di ketinggian 40.000 kaki atau 12.190 meter ke arah timur laut. UFO itu berisiko membahayakan lalu lintas penerbangan sipil.

Objek misterius itu kemudian ditembak jatuh oleh sebuah rudal Sidewinder yang ditembakkan jet tempur F-22 pada Jumat (10/2) sekitar pukul 13.45 waktu setempat. Lokasi ditembak jatuhnya objek misterius itu ada di lepas pantai Alaska bagian timur laut, tepatnya di atas perairan teritorial AS yang membeku dekat perbatasan Kanada.

Juru Bicara Pentagon Brigadir Jenderal Patrick Ryder mengatakan pilot-pilot jet AS yang mengudara bersisian dengan objek terbang itu menetapkan tidak ada manusia di dalam UFO sebelum menembak jatuh objek tak dikenal itu. Ryder juga menyatakan objek terbang itu tidak mampu melakukan manuver dan tidak menyerupai pesawat terbang.

“Itu bukan sebuah pesawat,” ungkap Ryder.

Para pejabat AS menyatakan akan lebih mudah untuk mengevakuasi puing objek itu dari permukaan es dibandingkan perairan laut yang dalam.

Menteri Pertahanan (Menhan) Kanada Anita Anand dalam pernyataan terpisah, seperti dilansir CNN, menyatakan dukungan bagi AS untuk menembak jatuh objek terbang yang tidak pernah masuk ke wilayah udara Kanada itu.

Biden Anggap Misi Sukses

Perintah menembak jatuh UFO yang mengudara di langit Alaska itu diberikan secara langsung oleh Joe Biden. Dalam komentarnya, Biden menyebut misi itu sukses.

Saat ditanya apakah dirinya ada komentar soal objek terbang yang ditembak jatuh di langit Alaska, Biden hanya menjawab: “Itu sukses.”

Pertanyaan itu disampaikan saat Biden menunggu kehadiran Presiden Brasil Luiz Inacio Lula Da Silva tiba di Gedung Putih pada Jumat (10/2) sore waktu setempat.