Konflik di Pulau Rempang. (Foto: Tempo)

Tindakan Polri dalam menjaga ketertiban umum ujar Sugeng, harus dilakukan dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai humanisme dan prinsip-prinsip Tri Brata dan Catur Prasetya, serta tidak menjadi alat kekuasaan yang represif dan intimidatif terhadap rakyat. 

Polri sebagai institusi keamanan negara harus menahan diri untuk tidak terlibat lebih jauh dalam urusan pengosongan lahan dan harus menarik anggotanya dari tindakan yang menyakiti hati rakyat. 

Polri harus senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

Lebih jauh ujarnya, UUD 1945 memberikan mandat khusus kepada institusi kepolisian sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. 

Sesuai Pasal 4 UU 2 tahun 2002 Tentang Polri, dalam mewujudkan tujuannya Polri wajib menjunjung tinggi HAM.

Sebagai hasil reformasi, melalui Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 Polri dipisahkan dari institusi TNI, reformasi kelembagaan ini dipertegas melalui UU 2 Tahun 2002 tentang Polri. 

Paradigma aparat negara seharusnya menjaga berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta kewajiban perlindungan dan pengayoman, semangat penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.

Untuk memastikan implementasi penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia bagi pimpinan dan anggota Kepolisian Republik Indonesia, pimpinan Polri telah menerbitkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Bahkan dalam Perkap tersebut menegaskan pengakuan institusi Polri atas keberadaan masyarakat adat dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya.