Belanda

Kepolisian membubarkan sebuah kamp demonstrasi pro-Palestina di Universitas Amsterdam. Mereka juga memukuli beberapa pengunjuk rasa dan merobohkan tenda-tenda.

Pihak kepolisian mengatakan via platform X bahwa tindakan tersebut “diperlukan untuk memulihkan ketertiban” setelah protes berubah menjadi kekerasan.

Kerumunan massa yang membengkak menjadi sekitar 3.000 demonstran, termasuk mahasiswa dan staf, beberapa di antaranya mengenakan syal keffiyeh. Mereka berkumpul di dekat lokasi kamp yang dibongkar, meneriakkan slogan-slogan seperti, “Palestina akan merdeka!” dan “Polisi keluar dari kampus!”

Jamil Fiorino-Habib, seorang dosen di departemen studi media universitas tersebut, mengatakan pada pertemuan itu bahwa “satu-satunya jalan ke depan adalah boikot akademis total terhadap Israel.”

Dalam sebuah pernyataan, Universitas Amsterdam mengatakan, “Kami berbagi kemarahan dan kebingungan atas perang tersebut, dan kami memahami bahwa ada protes atas hal itu. Kami menekankan bahwa di dalam universitas, dialog tentang hal itu adalah satu-satunya jawaban.”

Austria

Di Austria, para pengunjuk rasa berkemah di sekitar 20 tenda di halaman utama Universitas Wina untuk hari kedua. Sementara polisi mengawasi, para pengunjuk rasa mengepung perkemahan tersebut, yang terletak di dekat tugu peringatan bagi warga Yahudi Austria yang tewas dalam Holocaust.

Universitas Wina dan Persatuan Mahasiswa Austria menjauhkan diri dari protes tersebut. Serikat mahasiswa tersebut mengatakan bahwa “kelompok-kelompok antisemitisme termasuk di antara para penyelenggara aksi,” yang dibantah oleh para pengunjuk rasa.

Inggris

Kamp-kamp protes pro-Palestina bermunculan di sekitar sejumlah universitas di Inggris, termasuk di Oxford dan Cambridge. Mereka mendesak lembaga-lembaga tersebut untuk sepenuhnya mengungkapkan investasi, memutus hubungan akademis dengan Israel, dan melepaskan diri dari bisnis yang terkait dengan negara tersebut.

“Keuntungan Oxbridge tidak dapat terus meningkat dengan mengorbankan nyawa warga Palestina, dan reputasi mereka tidak boleh lagi dibangun di atas pemutihan kejahatan Israel,” demikian pernyataan bersama dari para pengunjuk rasa di kedua universitas tersebut.

Lebih dari 200 akademisi Oxford menandatangani sebuah surat terbuka yang mendukung aksi protes tersebut.