Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil

Jakarta – Tata ruang saat ini menjadi sangat penting untuk digunakan sebagai dasar acuan pelaksanaan pembangunan, perizinan, investasi dan juga menjadi penyelamat lingkungan. Namun, selama ini terdapat kondisi dan kendala yang dihadapi sehingga dirasa belum optimal. Untuk itu, Pemerintah Indonesia pada tahun lalu telah melakukan terobosan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UUCK sebagai jawaban atas permasalahan mengenai perizinan sampai regulasi yang ada.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil dalam webinar Alumni Bicara #1 dengan tema “Perencanaan di Era Kemudahan Investasi: Menciptakan Ruang yang Inklusif dan Berkelanjutan” yang diselenggarakan Alumni Planologi ITB (API) secara daring, Jumat, (10/09/2021).

Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa peran tata ruang akan semakin penting dan dominan, maka dari itu tata ruang perlu dijaga dengan baik agar ke depannya menjadikan tata ruang yang inklusif dan berkelanjutan.

“Menjaga tata ruang menjadi bagian penting untuk kita, maka kita sebagai pembuat regulasi perlu melibatkan peran akademisi maupun praktisi agar mereka dapat memberikan petunjuk, sehingga dibutuhkan lebih banyak kerja sama antara regulator dan praktisi,” ujarnya.

Menteri ATR/Kepala BPN juga berkata peran tata ruang dalam perizinan dan investasi begitu penting. Dan saat ini telah diperkenalkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagai pengawal atau pengawas baik itu persetujuan lingkungan maupun persetujuan bangunan.

“KKPR yang ideal menurut saya ialah pemanfaatan ruang yang fit for purpose. Misalnya kalau di suatu tempat boleh dibangun perumahan maka memang _fit for purpose perumahan di sana dituangkan dalam KKPR. Dan kalau dalam KKPR, RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) sudah ditentukan ternyata tidak fit for purpose maka diperkenalkan partisipasi masyarakat atau yang disebut Forum Penataan Ruang,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengembangan Kawasan Kementerian ATR/BPN, Dwi Haryawan menjelaskan pembagian kewenangan KKPR terbagi dalam 3 (tiga) tingkatan di antaranya terdapat di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

“Di tingkat pusat merupakan rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional, bersifat strategis nasional, perizinan berusahanya merupakan kewenangan kementerian/lembaga. Dan di provinsi usulan kegiatan pemanfaatan ruang berada di lintas wilayah administrasi kabupaten/kota dalam satu provinsi,” imbuhnya.