Eranasional.com – Indonesia terancam krisis multidimensi! Hal itu bisa terjadi apabila pemerintah tetap kukuh menaikkan harga-harga energi yang disubsidi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar subsidi, Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) subsidi dan juga tarif listrik.
Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyatakan, alangkah baiknya pemerintah tutup buku atas rencana kenaikan sejumlah harga komoditas energi. Apalagi energi tersebut merupakan subsidi yang menjadi kebutuhan kalangan menengah bawah.
“Inflasi diperkirakan menembus 5% di 2022 apabila pemerintah bersikeras menaikan harga Pertalite dan LPG 3 kg secara bersamaan,” ungkap Bhima Dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (14/4/2022).
Meskipun harga-harga tersebut naik, masyarakat mau tidak mau akan tetap membeli karena udah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Nah, dengan begitu, akhirnya berimbas kepada naiknya angka kemiskinan di Indonesia.
“Dampak ke gejolak sosial juga harus diwaspadai, konflik horizontal antar masyarakat karena ketimpangan semakin lebar antara the haves dan the have-nots bisa picu krisis multidimensi,” tegas Bhima.
Dengan begitu, menurut Bhima, ongkos pemulihan ekonomi nya akan sangat lebih mahal. Ambil contoh misalnya di Srilanka, yang saat ini telah mengalami kebangkrutan di negaranya, begitu juga dengan Kolombia yang mengalami hal serupa seperti naiknya harga-harga energi sebagai kebutuhan yang tak bisa dihindari.
“Jika kenaikan harga terus persisten terjadi dan beruntun pada akhirnya masyarakat akan mengurangi konsumsi barang lain seperti menunda pembelian peralatan rumah tangga, barang elektronik, otomotif, pakaian jadi dan kebutuhan lain. Efek terburuk adalah penutupan pelaku usaha UMKM di sektor makanan minuman karena tidak kuat menanggung naiknya biaya produksi. Kalau UMKM gulung tikar, kita bisa perkirakan sendiri berapa banyak yang jadi pengangguran baru apalagi 97% serapan tenaga kerja ada di UMKM,” tandas dia.
Nah, Efek lainnya dari naiknya LPG 3 kg, terang Bhima, jika tidak hati-hati bisa menyebabkan panic buying karena masyarakat antisipasi dengan membeli dalam jumlah besar sebelum kebijakan kenaikan LPG dilakukan.
Disisi lain mekanisme penjualan LPG 3 kg cenderung terbuka, sehingga risiko kelangkaan LPG 3 kg sebagai konsekuensinya.
“Harusnya Pemerintah bisa menahan selisih harga keekonomian LPG 3 kg melalui mekanisme subsidi silang hasil windfall penerimaan negara dari ekspor Minerba dan perkebunan. Berdasarkan simulasi kenaikan harga minyak mentah, di proyeksi pemerintah sedang alami lonjakan pendapatan pajak dan PNBP sekitar Rp 100 T,” tandas dia.***
Tinggalkan Balasan