Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk Susilo Wonowidjojo. (Foto: ISTIMEWA)

JAKARTA, Eranasional.com – Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk Susilo Wonowidjojo digugat Bank OCBC NISP karena diduga mengemplang utang. Siapakah sosok Susilo?

Forbes mencatat, Susilo Wonowidjojo dan keluarga memiliki kekayaan US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 52,8 triliun. Kekayaan ini menobatkan dia dalam jajaran 50 Orang Terkaya di Indonesia pada 2022.

Bisnis utama pria berusia 66 tahun ini berasal dari kretek Gudang Garam yang menghasilkan 91 miliar batang rokok pada 2021. Ayahnya, Surya Wonowidjojo, memulai bekerja di bisnis tembakau pamannya lalu mendirikan Gudang Garam pada 1958.

Dua puluh lima tahun kemudian, kakak laki-lakinya, Rachman Halim, mengambil alih Gudang Garam dan menjalankannya hingga kematiannya pada 2008.

Susilo lalu menjabat sebagai direktur utama sejak 2009. Kini, Susilo menjadi Presiden Direktur Gudang Garam.

Tak hanya di industri tembakau, Gudang Garam melakukan ekspansi ke bidang infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol pada 2019 dan pembangunan Bandara Dhoho di Kediri, Jawa Timur.

Susilo juga tercatat sebagai pemilik PT Hari Mahardika Usaha (PT HMU). Dia menjadi pemegang saham pengendali PT Hair Star Indonesia/HSI (dalam pailit) dengan kepemilikan saham 50 persen, dan OCBC NISP Laporkan dan Gugat Susilo Wonowidjojo dkk

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan membenarkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) menerima laporan tersebut pada 9 Januari 2023.

“Penyidik telah menerima laporan polisi dengan nomor LP/B/0011/I/2023/SPKT/Bareskrim Polri terkait dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dan/atau pemalsuan surat dana atau penipuan dan/atau tindak pidana pencucian uang,” kata Ramadhan di Jakarta, Kamis, 2 Februari 2023.

Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengatakan salah satu terlapornya berinisial SW, selaku pemegang saham pengendali PT HMU.

Selain SW, pihaknya juga melaporkan direksi dan komisaris PT HSI yang sebelumnya berstatus anak usaha PT HMU.

Menurut Hasbi, PT HSI telah merugikan Bank OCBC NISP berupa kredit macet senilai Rp 232 miliar dan total sekitar Rp 1 triliun di beberapa bank lainnya.

Dalam laporan Bank OCBC NISP di Bareskrim Polri disebutkan, PT HSI yang berkedudukan di Sidoarjo, Jawa Timur mempunyai pinjaman bank sejak 2016 berupa kredit modal kerja untuk mendukung pengembangan bisnis rambut palsu atau wig.

Selain itu, OCBC NISP juga menggugat Susilo dkk secara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Jawa Timur. Tuntutan itu teregister dengan nomor perkara 19/Pdt.G/2023/PN Sda.

Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (Sipp) PN Sidoarjo, berikut adalah pihak-pihak yang digugat OCBC NISP:

1 . Susilo Wonowidjojo

2. PT Hari Mahardika Usaha (PT HMU)

3. PT Surya Multi Flora (PT SMU)

4. Hadi Kristanto Niti Santoso

5. Dra. Linda Nitisantoso

6. Lianawati Setyo

7. Norman Sartono, M.A

8. Heroik Jakub

9. Tjandra Hartono

10. Daniel Widjaja

11 . Sundoro Niti Santoso

Selain itu, ada pula turut tergugat lain yaitu PT Hair Star Indonesia/HSI (dalam pailit) dan Ida Mustika, S.H.

Adapun dalam petitumnya, OCBC NISP selaku penggugat mengatakan para tergugat dan turut tergugat telah melanggar isi perjanjian kredit turut tergugat I (PT HSI) dan OCBC NISP.

“Menyatakan tergugat I, tergugat II, tergugat III, tergugat IV, tergugat V, tergugat VI, tergugat VII, tergugat VIII, tergugat IX, tergugat X, tergugat XI dan turut tergugat I terbukti secara sah dan bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang telah merugikan penggugat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),” begitu bunyi poin petitum berikutnya.

Selanjutnya, menurut OCBC NISP dalam petitum itu, para tergugat terbukti secara sah dan bersama-sama, langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan/turut tergugat I (PT HSI) untuk kepentingan pribadi yang mengakibatkan kerugian terhadap penggugat, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 97 dan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Selain itu, OCBC NISP menuntut para tergugat membayar ganti rugi secara tanggung renteng dari harta kekayaan pribadinya, kerugian materiil sebesar US$ 16.509.025,98 atau sekitar Rp 249 miliar dan kerugiaan immateriil Rp 1 triliun.

OCBC NISP juga meminta dilakukan sita jaminan atas harta bergerak dan tidak bergerak milik para tergugat. Adapun sidang pertama perkara ini akan dilakukan pada 7 Februari 2023.