
JAKARTA, Eranasional.com – Pengawal Airlangga Hartarto mengancam akan menembak wartawan. Ancaman itu diucapkan usai sang Menko Perekonomian itu diperiksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (24/7).
Airlangga diperiksa penyidik Kejagung terkait perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Dia diperiksa selama 12 jam di Gedung Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Begitu pemeriksaan selesai, Airlangga menjelaskan soal pemeriksaan terhadap dirinya tanpa memberikan kesempatan wartawan untuk bertanya. Setelah itu dia langsung bergegas ke mobil Land Cruiser warna hitam dengan nomor plat B 2585 SJI yang ditumpanginya.
Saat menuju mobilnya, Airlangga mendapat pengawalan ketat dan banyak pengawal berkemeja putih. Sebagian di antaranya juga ada yang mengenakan kemeja berwarna dan motif batik.
Awak media tetap berusaha mendekati Ketua Umum Patrai Golkar tersebut untuk mengajukan pertanyaan. Nah, saat pintu mobil terbuka dan Airlangga hendak masuk terdengar suara seorang pengawal Airlangga Hartarto memerintahkan agar dibukakan jalan sambil melontarkan ancaman akan menembak wartawan.
“Woi bukan jalan! Buka jalan! Gue tembak lo!,” ucap pengawal itu kepada wartawan yang berusaha melontarkan pertanyaan kepada Airlangga.
Selain ancamanan, ada pula umpatan kasar yang dilontarkan begitu mobil yang ditumpanggi Airlangga dan rombongan keluar dari gerbang Kejaksaan Agung. “Gobl*k lo!,” hardik seorang pengawal Airlangga.

Mendengar umpatan itu, para wartawan tak terima. Mereka berusaha mengejar mobil pengawal Airlangga tersebut hingga beberapa meter melewati gerbang Kejaksaan Agung.
Pemeriksaan Airlangga Hartarto
Pemeriksaan terhadap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dilakukan sejak pukul 09.00 WIB. Dia dicecar 46 pertanyaan terkait perkara yang merugikan negara hingga lebih dari Rp6 triliun.
“Saya telah hadir memberikan keterangan atas 46 pertanyaan,” kata Airlangga usai diperiksa penyidik Kejaksaan Agung, Senin (24/7).
Hingga kini, Kejaksaan Agung belum memberikan keterangan soal materi pemeriksaan terhadap Airlangga Hartarto. Namun dipastikan, satu di antaranya mengenai kebijakan semasa kelangkaan produk CPO dan turunannya di pasar domestik.
“Yang jelas, inti pemeriksaan kami untuk mengetahui sejauh mana tindakan penanggulangan dari Kementerian Koordinator Perekonomian dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi.
Terkait perkara dugaan korupsi minyak goreng ini, tim penyidik sebelumnya telah menetapkan tersangka korporasi, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Muslim Mas Group.
Sementara para terdakwa perorangan hasil penyidikan jilid pertama telah divonis hukuman berbeda-beda oleh majelis hakim. Mereka adalah mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA.

Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, General Manager PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, dan Penasihat Kebijakan Independen Research & Advisory Indonesia (IRAI) Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdati.
Pada pengadilan tingkat pertama, Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Kemudian Master Parulian dihukum satu tahun enam bulan penjara. Lalu Lin Che Wei, Stanley MA dan Pierre divonis satu tahun penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda. Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp100 juta atau penjara dua bulan.
Kemudian dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis pada pengadilan tingkat pertama.
Sementara dalam tingkat kasasi, Majelis memutuskan untuk memperberat hukuman kelimanya.
Majelis Kasasi menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair 6 bulan kurungan bagi Indra Sari Wisnu Wardhana. Kemudian Lin Che Wei divonis 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sedangkan, Master Parulian dan Pierre Togar Sitanggang dijatuhi hukuman 6 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara Stanley MA menjadi terdakwa yang paling ringan vonis kasasinya, yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Tinggalkan Balasan