JAKARTA, Eranasional.com – Jika terpilih jadi Presiden di Pemilu 2024, Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres), Ganjar Pranowo-Mahfud MD mencanangkan program KTP Sakti.

Trubus Rahadiansyah, pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, memberikan apresiasi terhadap rencana Ganjar-Mahfud yang bermaksud meluncurkan program KTP Sakti.

Menurut Trubus, KTP Sakti untuk menggabungkan berbagai jenis kartu bantuan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

“Sudah semestinya (kartu-kartu program bansos Jokowi) itu disederhanakan menjadi satu kartu. Ada kartu macam-macam sehingga itu menyebabkan pemborosan,” ujar Trubus kepada wartawan di Jakarta, Jumat 22 Desember 2023.

Trubus menyoroti kartu bantuan sosial yang beragam dari pemerintahan Jokowi.

Diantaranya Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Prakerja, Kartu Sembako, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Tani, dan Program Keluarga Harapan.

Menurutnya, hal tersebut menyebabkan pemborosan karena penerima bansos harus memegang banyak kartu.

Dengan adanya Kartu Sakti, Trubus meyakini dapat menyederhanakan program-program tersebut menjadi satu kartu, mengurangi birokrasi, dan meningkatkan efisiensi penyaluran bantuan.

Menurut Trubus, jika bersandar pada sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE), maka seharusnya data penerima bantuan sosial digabung dan divalidasi. Sehingga, kasus bansos salah sasaran dihindari.

KTP Sakti, lanjutnya, juga harus berpatokan pada nomor induk kependudukan (NIK) sebagai acuan.

Ganjar-Mahfud perlu membenahi data di berbagai kementerian dan lembaga, yang masih dihambat oleh ego sektoral sebelum merancang KTP Sakti.

“Untuk membenahi ego sektoral, memerlukan kepemimpinan yang kuat untuk menyatukan itu semua. Yang jelas, selama ini setiap kementerian dan lembaga itu punya misi suci sendiri sehingga ketika itu disatukan, tentu prosesnya sangat alot,” ujarnya.

Meskipun melihat potensi keberhasilan dalam konsep KTP Sakti, Trubus mengingatkan bahwa implementasinya mungkin rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk pembenahan data.

Dia juga menyoroti benturan data antara beberapa kementerian dan lembaga yang kerap terjadi, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Badan Pangan Nasional, dan Kementerian Pertanian.

“Kalau secara rasional, kebijakan ini bagus. Cuma pada tataran implementasi, akan berat. Pembenahan data itu enggak cukup setahun. Jadi, itu nanti ada namanya PDN, Pusat Data Nasional,” ujar Trubus.

Trubus merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI), yang menetapkan penggabungan seluruh data penduduk.

Namun, dia menyoroti kompleksitas kolaborasi dan sinergi antara kementerian dan pemerintah daerah untuk menyatukan data penerima bansos.

Ganjar sebelumnya menyebutkan, bahwa program KTP Sakti bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penyaluran bansos, mengurangi pungutan liar, dan menghindari duplikasi data.
Ganjar optimistis bahwa KTP Sakti dapat dijalankan dengan lancar, terutama karena menggunakan NIK sebagai basis data yang relatif akurat.

“KTP Sakti akan memusnahkan praktik-praktik pungutan liar, yang kerap terjadi saat penyaluran bansos dan menghindari duplikasi data masyarakat, yang membutuhkan bantuan terintegrasi dalam satu sistem,” ujar Ganjar. (*)