Serta memajukan hak asasi manusia dengan memperkuat perlindungan negara terhadap seluruh warga negara khususnya kaum minoritas.
“Jasa dan kontribusi beliau telah mendapatkan pengakuan luas dari rakyat selaku Pemegang kedaulatan tertinggi negara,” terang Eem.
Selain itu, kata Eem, wafatnya Gus Dur telah menjadi kehilangan besar bagi bangsa dan negara.
“Sepatutnya negara melalui pemerintah memberikan penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasa kontribusi yang beliau berikan semasa hidup dengan memberikan edukasi dan sosialisasi terhadap public sebagai penegasan bahwa TAP MPR Nomor II/MPR/2001 sudah tidak berlaku,” ujar Eem.

Pemulihan nama baio Gus Dur secara sosiologis dan historis akan menjadi legacy besar bagi pimpinan MPR RI periode 2019-2024.
Hal itu sebagai bentuk komitmen untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional kebangsaan yang akan diapresiasi setinggi-tingginya oleh pihak keluarga besar Presiden ke-4 RI dan PKB dan juga seluruh rakyat Indonesia.
Merespon hal itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya telah membahas usulan tersebut dalam rapat gabungan MPR bersama pimpinan fraksi dan kelompok DPD pada 23 September 2024 lalu.
Dari hasil rapat itu, MPR RI sepakat untuk mencabut TAP Nomor II/MPR/2001 itu.
“Pimpinan MPR menegaskan ketetapan MPR nomor 2/MPR 2001, tentang pertanggung jawaban presiden RI KH Abdurrahman Wahid saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi, sebagaimana dinyatakan oleh ketetapan MPR nomor I/MPR 2003 tentang peninjauan terhadap materi dan stsfus hukum MPRS dan MPR RI tahun 1960-2002,” jelas pria yang akrab disapa Bamsoet itu. []
Tinggalkan Balasan