“Jadi terkait beliau nyasar ini, saya dihubungi oleh petugas yang kebetulan menemukan beliau sedang kebingungan sekitar pukul 05.30 WAS, kemudian saya minta untuk share lokasi dan menuju kearah beliau,” tutur Hardiansyah.
“Saya cek di Google Maps jaraknya dari hotel kami itu memang agak jauh sekitar 1,5 kilometer dan beliau ini tidak mau diam di tempatnya tapi terus berjalan,” sambungnya.
Hardiansyah menambahkan, karena beliau terus jalan sehingga petugas kehilangan jejak dan kesulitan untuk menemukannya.
“Akhirnya saya, pembimbing ibadah KBIHU dan petugas PHD kloter 14 UPG berinisiatif untuk mencari beliau di sekitaran masjid Nabawi,” tuturnya.
Pencarian pun dilakukan sampai sekira pukul 9 pagi WAS dan tidak ada hasil, sehingga mereka memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke Kantor Sektor 4 Madinah guna membantu pencarian.
“Qadarullah, pada saat akan menuju ke kantor sektor 4 itulah, di depan hotel saya berpapasan dengan petugas yang hendak mengantar beliau ke hotel tempat kami menginap,” ungkap Hardiansyah.
Dia kemudian mengantar P. Tamma ke kamarnya dan memberinya makan karena kondisinya tampak sangat kelelahan.
“Setelah makan dan diperiksa dokter kloter, beliau kemudian istirahat dan dokter kloter kemudian berkordinasi dengan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) untuk penanganan lebih lanjut,” bebernya.
Sekitar pukul 14.00 WAS, P. Tamma dijemput ambulance KKHI dan dirujuk ke KKHI untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Kondisinya sudah membaik, saat ini jemaah sudah berada di hotel dan berkumpul kembali dengan rombongan kloter 14 UPG,” ucap Hardiansyah.
Selain menceritakan kronologi tersesatnya jemaah kloter 14 tersebut, Hardiansyah juga mengirimkan rekaman video bersama P. Tamma dan pembimbing KBIHU yang sedang berbincang-berbincang di hotel tempat mereka menginap.
Dalam video itu menunjukkan kondisi P. Tamma sedang baik-baik saja dan tidak menunjukkan gejala seperti orang dengan gangguan jiwa sebagaimana narasi yang dibangun segelintir netizen di media sosial.
Hardiansyah berharap, penyampaiannya ini menjadi klarifikasi atas narasi yang terlanjur berkembang di publik, sekaligus menjadi pembelajaran bagi jemaah lainnya agar tertib dan mengikuti arahan ketua kloter, ketua rombongan maupun ketua regu sehingga kejadian serupa tidak terulang. [[]
Tinggalkan Balasan