BMKG kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) pada 2007 dan MA memenangkan sebagian gugatan tersebut. Namun, menurut GRIB, putusan tersebut tidak disertai perintah eksekusi maupun perintah pengalihan hak kepemilikan secara hukum.

“Putusan PK itu tidak memuat perintah penyerahan girik dan tidak disertai perintah eksekusi. Karenanya, BMKG sebenarnya tidak memiliki dasar kuat untuk melakukan pengosongan secara paksa,” kata Colling.

Terkait tudingan adanya permintaan uang Rp 5 miliar, GRIB Jaya membantah keras dan menantang pihak yang menuduh untuk mengungkap bukti serta identitas secara jelas.

“Kalau memang ada, sebutkan namanya, kapan, dan buktinya. Tangkap kalau memang ada,” ucap Colling.

GRIB juga menanggapi langkah BMKG yang melaporkan sengketa ini ke kepolisian. Mereka menilai hal tersebut sebagai bentuk pembohongan publik dan upaya menghindar dari tanggung jawab terhadap ahli waris.

GRIB Jaya pun menyayangkan penggunaan narasi “premanisme” yang dinilai mendiskreditkan ormas.

“Kami menyesalkan framing negatif terhadap keberadaan ormas, termasuk GRIB Jaya. Ini upaya untuk membungkam suara rakyat yang memperjuangkan haknya,” ujar dia.

GRIB Jaya menyebut tindakan BMKG yang menghancurkan sebagian rumah warga dengan alat berat tanpa surat perintah eksekusi sebagai bentuk pelanggaran hukum. Mereka menuntut dihentikannya segala tindakan sepihak yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.

GRIB menegaskan akan terus mendampingi ahli waris melalui jalur hukum yang sah, dan meminta kepolisian bersikap profesional serta tidak terpengaruh oleh tekanan pihak mana pun.